Durkheim dan Fakta Sosial.
Durkheim yang dikenal taat pada agama tetapi sekuler itu,
dalam perjalanan ‘karirnya’ dipengaruhi oleh tokoh-tokoh filsafat dan
sosiologi, seperti Montesquieu, Rosseau, Comte, Tocquueville, Spencer, dan Marx.
Durkheim menyoroti solidaritas sosial sampai patologi sosial yang juga mengkaji
tentang kesadaran bersama, morfologi sosial, solodaritas mekanik dan organik,
perubahan sosial, fungsi-fungsi sosial, termasuk solidaritas dan patologi
sosial. Durkheim memang berangkat dari asumsi bahwa sosiologi itu merupakan
studi mengenai berbagai fakta sosial di mana di dalamnya ia menguraikan
mengenai konsep sosiologinya serta berbagai karakteristik dari fakta-fakta
sosial dimaksud.
Ia juga menjelaskanmengenai cara-cara mengobservasi berbagai
fakta sosial dengan melakukan analisi sosiologis. Sedangkan mengenai fenomena
moralitas yang menyangkut berbagai keyakinan, nilai-nilai, dan dogma-dogma
(yang membentuk realitas metafisik) ia dekati juga dengan menggunakan metode
ilmu pengetahuan. Durkheim memang sepaham dengan pemikiran Comte bahwa ilmu
pengetahuan itu haruslah dapat membuat manusia hidup nyaman. Upayanya untuk
memahami berbagai fenomena bunuh diri melahirkan salah satu karya besarnya
Suicide (’Bunuh Diri’)
Bunuh Diri, Agama, dan Moralitas.
Bagi Durkheim, bunuh diri, yang bermacam-macam bentuk
(egoistic suicide, altruistic suicide, anomic suicide, dan fatalistic suicide),
itu memang merupakan penyimpangan perilaku seseorang. Bagaimana bunuh diri itu
terjadi atau dilakukan oleh seseorang, menurut Durkhiem, disebabkan oleh
benturan dua kutub integrasi dan regulasi di mana kuat dan lemahnya kedua kutub
itu akan menyebabkan orang melakukan bunuh diri.
Di sinilah, begitu Durkheim menekankan, pentingnya agama
bagi seseorang untuk menghindarkan dari berbagai penyimpangan yang mungkin
terjadi. di mana unsur-unsur esensial dari agama itu mencakup berbagai mitos,
dogma, dan ritual, yang kesemuanya merupakan fenomena religius yang dihadapi
manusia. Dalam kaitan ini, ada hal-hal yang sifatnya ’suci’ (sacred) dan juga
ada hal-hal yang sifatnya ‘tidak suci’ (profane) yang pemisahan antara keduanya
menunjukkan kepada pemikiran-pemikiran religius yang dilakukan manusia. Harus
diperhatikan bahwa di dalam agama, khususnya yang menyangkut ritual keagamaan,
ada yang dinamakan ritual negatif dan juga ritual positif. Bagi Durkheim,
moralitas itu merupakan suatu aturan yang merupakan patokan bagi tindakan dan
perilaku manusia (juga dalam berinteraksi). Konsepnya mengenai moralitas ini
merujuk pada apa yang dinamakan norms (norma-norma) dan rules (aturan-aturan)
yang harus dijadikan acuan dalam berinteraksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar